Tidak Ada Gunanya Menutup Lokalisasi PSK
DIALOG KEBENARAN - Alih-alih ingin menyelesaikan seks bebas di negeri ini bahkan untuk menutup lokalisasi saja pemerintah pun tidak berdaya. Tidak bisa dipungkiri bahwa lokalisasi ini mengisi kantong devisi negara, maka semakin tidak berdayalah negeri ini untuk menutup lokalisasi tersebut.
Memang benar penutupan lokalisasi bukan merupakan satu-satunya solusi, toh masih banyak prostitusi-prostitusi liar, tapi bukan menjadi alasan negeri ini untuk tetap memeliharanya. Tapi coba kita renungkan akar permasalahannya. Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menjadi penyebab utama gagalnya pemerintah dalam menjamin kehidupan rakyatnya.
Kemiskinan telah memaksa mereka terjerat dalam kehidupan kelam prostitusi, belum lagi kehidupan yang sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menyebabkan mereka menabrak batasan aturan agama bahkan hukum yang tidak tegas pun menyebabkan mereka tidak pernah jera. Maka, bukankah negara memiliki andil menjadikan rakyatnya terjerat prostitusi?
Surabaya merupakan daerah ‘kota seks’ karena memiliki kawasan prostitusi terbanyak, yakni enam lokalisasi. Lokalisasi Dupak Bangunsari termasuk tertua dan pernah menjadi kawasan prostitusi terbesar se-Asia Tenggara dengan jumlah PSK pernah mencapai, 3.500 orang.
Setelah Dupak Bangunsari, Pemerintah Kota Surabaya menargetkan penutupan seluruh lokalisasi di Surabaya dalam dua tahun ke depan. Pada 2013, lokalisasi yang ditutup adalah Klakah Rejo dan Moroseneng di Kecamatan Benowo dan Tambak Asri di Kecamatan Krembangan. Sedangkan pada tahun 2014 ini, giliran Dolly dan Jarak di Kecamatan Sawahan.
Pada awalnya seks adalah ruang privat dan merupakan kebutuhan pribadi. Ketika kebutuhan tidak bisa dikendalikan, maka institusi perdagangan pun muncul layaknya hukum ekonomi supply and demand. Sehingga prostitusi merupakan jelmaan dari institusi perdagangan dengan komoditas layanan seks.
Sedangkan tujuan sebenarnya didirikannya lokalisasi prostitusi adalah untuk melokalisir PSK yang bertebaran di beberapa ruas jalan sehingga meresahkan warga. Di samping itu juga untuk memudahkan pengawasan. Di sinilah dilema yang akan dihadapi oleh Pemkot Surabaya dalam upaya menghilangkan stigma bahwa Surabaya adalah kota prostitusi terbesar di Indonesia.
Seperti teori menekan balon, bukan tidak mustahil akibat penutupan beberapa lokalisasi prostitusi itu, para PSK yang menggantungkan hidupnya di tempat itu akan kembali lagi berkeliaran di jalan-jalan.